A.
PENGERTIAN
IJAARAH
Ijaarah artinya upah, sewa, jasa atau imbalan.
Salah satu bentuk kegiatan manusia dalam muamalah adalah
sewa-menyewa, kontrak, menjual jasa dan lain-lain.
Ada beberapa definisi ijaarah yang dikemukakan oleh para ulama:
a)
Ulama Mahzab
Hanafi mendefinisikan ijaarah adalah Transaksi terhadap suatu manfaat dengan
suatu imbalan.
b)
Ulama Mahzab
Syafi’i mendefinisikan ijaarah adalah Transaksi terhadap manfaat yang dituju,
tertentu bersifat bisa dimanfaatkan dengan suatu imbalan tertentu.
c)
Sedangkan Ulama
Malikiyah dan Hanabillah mendefinisikan ijaarah adalah Pemilikan suatu manfaat
sesuatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu dengan suatu imbalan.
B.
DASAR HUKUM
AL-IJAARAH
Ulama
fikih berpendapat bahwa yang menjadi dasar diperbolehkannya ijaarah adalah
firman Allah Al-Qashiah ayat 26 yang artinnya:
Salah
seorang dari wanita itu berkata: Ya bapakku ambillah ia sebagai orang pekerja
(pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk
pekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.
Dan
dalam Hadits Nabi Muhammad SAW:
من ا سجا ر أ حير فليعلمه أ جر ه ( ر و ا ه عبد ا
لرز ا ق و ا لبيهقى)
"Siapa yang menyewa seorang maka hendaklah beritahu upahnya”
(HR. Abd. Razaq dan Baihaqi)
أ ن ر سو ل ا لله صلعم ا حجم و ا عطى ا لحجا م أ جر
ه (ر و ا ه ا لبخا ر و مسلم و أ حمد)
“Rasulullah SAW berbekam, lalu beliau membayar upahnya kepada
orang yang membekamnya”(HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad)
C.
RUKUN DAN
SYARAT IJAARAH
Ulama
Mahzab Hanafi mengatakan bahwa rukun ijarah hanya satu yaitu ijab dan qabul
saja (ungkapan penyerahan dan persetujuan sewa-menyewa).
Jumhur
ulama berpendapat, bahwa rukun ijarah ada empat:
1)
Orang yang
berakal.
2)
Sewa/imbalan.
3)
Manfaat.
4)
Sighat (ijab
dan qabul)
Menurut
Ulama Mahzab Hanafi, rukun yang dikemukakan oleh jumhur ulama diatas, bukan
rukun tapi syarat.
Sebagai
sebuah transaksi (akad) umum, ijarah baru dianggap sah apabila telah memenuhi
rukun dan syaratnya.
Adapun
syarat akad ijaarah ialah:
1)
Syarat bagi
kedua orang yang berakad, adalah telah baliq dan berakal (Mahzab Syafi’i dan
hanbali)
2)
Kedua belah
pihak yang melakukan akad menyatakan, kerelaannya untuk melakukan akad ijaarah
itu. Apabila salah seorang diantara keduanya terpaksa melakukan akad maka
akadnya tidak sah.
3)
Manfaat yang
menjadi obyek ijaarah harus diketahui secara jelas, sehingga tidak terjadi
perselisihan dibelakang hari. Jika manfaatnya tidak jelas, maka akad tidak sah.
4)
Obyek ijaarah
itu dapat diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak ada cacatnya.
Oleh sebab itu, ulama fiqih sepakat
mengatakan bahwa tidak boleh menyewakan suatu yang tidak dapat diserahkan,
dimanfaatkan langsung oleh penyewa.
5)
Obyek ijarah
itu sesuatu yang dihalalkan oleh syara’.
6)
Obyek ijaarah
merupakan sesuatu yang bisa disewakan.
7)
Upah/sewa dalam
akad ijarah harus jelas, tertentu dan bernilai harta. Namun, tidak boleh barang
yang diharamkan oleh syara’.
D.
SIFAT AKAD
IJAARAH
Ulama
fiqih berpendapat, apakah obyek ijarah bersifat mengikat atau tidak?
Ulama
Mahzab Hanafi berpendapat bahwa akad ijarah itu bersifat mengikat kedua belah
pihak tetapi dapat dibatalkan secara sepihak, apabila terdapat ‘uzur seperti
meninggal dunia dan gila.
Jumhur
ulama berpendapat bahwa akad ijarah itu bersifat mengikat kecuali ada cacat
atau barang itu tidak dapat dimanfaatkan.
Menurut
Mahzab Hanafi apabila salah seorang meninggal dunia maka akad ijarah menjadi
batal karena manfaat tidak dapat diwariskan kepada ahli waris. Menurut Jumhur
Ulama akad itu tidak menjadi batal karena manfaat menurut mereka dapat
diwariskan kepada ahli waris. Manfaat juga termasuk harta.
E.
MACAM-MACAM
IJAARAH
Diliat
dari segi obyeknya ijaarah dapat dibagi menjadi dua macam yaitu ijarah yang
bersifat manfaat dan yang bersifat pekerjaan.
1.
Ijarah yang
bersifat manfaat. Umpamanya, sewa-menyewa rumah, toko, kendaraan, dan
perhiasan.
2.
Ijarah yang
bersifat pekerjaan ialah dengan cara memperkerjakan seoarang untuk melakukan
suatu pekerjaan. Ijarah sepert ini diperbolehkan seperti buruh bangunan dan
tukang pijit.
F.
AKAD IJAARAH
BERAKHIR
Suatu akad ijaarah berakhir:
1)
Obyek hilang
atau musnah seperti rumah terbakar.
2)
Habis tenggang
waktu yang disepakati.
3)
Menurut Mahzab
Hanafi, akad berakhir apabila salah seorang meninggal dunia, karena manfaat
tidak dapat diwariskan. Berbeda dengan jumhur ulama akad tidak berakhir karena
manfaat dapat diwariskan.
4)
Menurut Mahzab
Hanafi apabila ada uzur seperti rumah disita maka akad berakhir. Sedangkan
jumhur ulama melihat bahwa uzur yang membatalkan ijaarah itu apabila obyeknya
mengandung cacat atau manfaaatnya hilang seperti kebakaran dan dilanda
banjir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar