Senin, 07 Mei 2012

Al-Hajru adalah larangan bagi seseorang untuk mengelola kekayaan karena masih kecil atau akalnya tidak sempurna.Allah melarang memberi harta kepada para pemilik yang tidak mampu mengelola hartanya dengan baik. Seperti anak yatim yang belum baligh, orang yang bodoh, dan orang yang padir. Mata harta tersebut harus diserahkan kepada walinya yang sanggup mengelola harta tersebut dengan baik. Jika harta tersebut diserahkan kepada orang yang bodoh atau orang yang padir dikhawatirkan harta itu habis karena harta tersebut tidak dikelola dengan baik.
Dalam surat Al-Baqarah 282 Allah menerangkan tentang ketentuan-ketentuan dalam muamalah yang harus didasarkan pada keadilan dan kerelaan masing-masing pihak. Sehingga menghilangkan prasangka dan keragu-raguan. Dalam melakukan transaksi muamalah dianjurkan melengkapi dengan alat bukti dan saksi sehingga dapat diartikan dasar untuk menyelesaikan perselisihan yang mungkin timbul di kemudian hari. Dan diterangkan pula apabila seseorang dinyatakan dibawah pengampuan wali atau hakim, Tidaklah berarti hak asasinya dibatasi dan pelecehan terhadap kehormatan dirinya sebagai manusia. Tetapi pengampuan itu diberlakukan  syara’ untuk menunjukan ,bahwa syara’ itu benar-benar memperdulikan orang-orang seperti itu, Terutama soal muamalah, syara’ menginginkan , Agar tidak ada yang dirugikan atau merugikan orang lain. Dengan demikian, Apabila ada anak kecil, orang gila, dungu dan pemboros, Distatuskan dibawah pengampuan, maka hal itu semata-mata untuk menjaga kemaslahatan diri orang yang dersangkutan, agar segala kegiatan muamalah yang  mereka lakukan tidak sampai ditipu orang.
Pada makalah ini akan dijelaskan lebih lanjut tentang Al-Hajru yang terdapat pada surat al-nisa ayat 5 dan Al-Baqarah Ayat 282.



PEMBAHASAN


1.    Al-Nisa’ : 5
وَلا تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلا مَعْرُوفًا (٥)
Artinya :
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnyaharta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.”


Pemeliharaan     :    قِيَامًا    Dan Jangan     :    وَلا     
Beri mereka belanja     :    وَارْزُقُوهُمْ    Kalian serahkan     :    تُؤْتُوا     
Padanya     :    فِيهَا    Orang-orang bodoh     :    السُّفَهَاءَ     
Beri mereka pakaian     :    وَاكْسُوهُمْ    Harta kalian     :    أَمْوَالَكُمُ     
Berkatalah kalian     :    وَقُولُوا    Yang     :    الَّتِي     
Kepada mereka     :    لَهُمْ    Menjadikan     :    جَعَلَ     
Perkataan     :    قَوْلا    Allah     :    اللَّهُ     
Yang baik     :    مَعْرُوفًا    Bagi kalian     :    لَكُمْ    

Tafsir Al-Mufrodat
السُّفَهَاءَ    :    (kepada orang-orang bodoh) artinya orang-orang yang boros dan kalangan laki-laki, wanita dan anak-anak
أَمْوَالَكُمُ    :    (harta kamu) maksudnya harta mereka yang berada dalam tanganmu.
قِيَامًا    :    Penopang hidup dan pembela kepentinganmu, karena akan mereka habiskan bukan pada tempatnya.
قَوْلا مَعْرُوفًا    :    Kota-kota yang baik (misalnya janjikan jika mereka telah dewasa, maka harta mereka itu akan diberikan semuanya kepada mereka.)

Tafsir Ayat
وَلا تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا
Meskipun harta itu jelas harta mereka sendiri, hak mereka sendiri, tetapi di dalam ayat ini dikatakan, bahwa harta itu adalah harta kamu yaitu harta kamu yang mencakup dalam masyarakat Islam. Menjadi kewajibankah menjaga, agar harta itu jangan punah sesampai di tangan orang yang punya yang tidak pandai atau belum pandai mentadbirkannya, padahal harta itu adalah pokok penghidupan kalau harta itu diserahkan kepada di pander atau si pemboros sehingga habis, maka terlantarlah hidupnya dan melaratlah dia. Oleh sebab itu harta tidak boleh diberikannya kepadanya, walaupun dia anak yatim.
Para wali dan pelaksana wasiat yang memelihara anak yatim agar menyerahkan harta anak yatim yang ada dalam kekuasaannya apabila anak yatim itu telah dewasa dan telah dapat menjaga hartanya. Apabila belum mampu maka tetaplah harta tersebut dipelihara dengan sebaik-baiknya karena harta adalah modal kehidupan.
Kebodohan atau kepandaian itu ada yang sementara yaitu pertama, selama anak belum baligh dan belum dapat berdiri sendiri. Setelah anak dapat berdiri sendiri dan dipercaya, bahwa dia tidak akan menyia-nyiakan, barulah harta diserahkan, kedua, perempuan yang tidak pandai menjalankan hartanya. Kalau dia sudah bersuami dan suaminya itu bisa dipercaya, boleh hartanya diserahkan kepadanya. Atau perempuan itu sendiri telah sanggup, baru diserahkan.

وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ
(وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا), bukan minha, menurut pakar-pakar tafsir bertujuan untuk memberi isyarat bahwa harta hendaknya dikembangkan. Modal yang ada hendaknya tidak dibiarkan begitu saja, tetapi harus produktif dan menghasilkan keuntungan, sehingga biaya hidup mereka yang belum mampu mengelola harta itu diambil dari keuntungan pengelolaan, bukan dari modal, seandainya ayat ini menggunakan kata minha yang berarti dirinya, maka biaya hidup ini diambil dari modal dan isyarat diatas tidak akan tergambar. Mereka diberi makanan, pakaian dan hasil pengelolaan dan keuntungan modal tersebut, bukan dari modal sebab jika demikian, harta mereka otomatis akan habis dimakan.
َقُولُوا لَهُمْ قَوْلا مَعْرُوفًا
Kata-kata yang baik adalah katakana terus terang, bahwa harta itu adalah milik mereka siwali hanya memagang dan mentadbir, jika yang diasuhnya orang safih (menyiar-nyiarkan harta), hendaknya sang wali memberikan petuah dan nasehat padanya agar tidak menyia-nyiakan harta dan berlaku boros, kemudian berilah ia pengertian bahwa akibat boros adalah kemiskinan.

2.    Al-Baqarah : 282
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُب وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الأخْرَى وَلا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا وَلا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَى أَجَلِهِ ذَلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَى أَلا تَرْتَابُوا إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ
ْ
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.

Kalian berutang-piutang    :    تَدَايَنْتُمْ    Wahai      :    يَا أَيُّهَا     
Dengan utang     :    بِدَيْنٍ    Orang yang     :    الَّذِينَ     
Sampai     :    إِلَى    Mereka beriman     :    آمَنُوا     
Waktu     :    أَجَلٍ        Apabila     :    إِذَا     
Pada Allah     :    اللَّهُ    Yang ditentukan     :    مُسَمًّى     
Tuhannya     :    رَبَّهُ    Mata hendaklah     :    فَاكْتُبُوهُ
Kalian catat      
Dan janganlah     :    وَلا    Dan hendaklah     :    وَلْيَكْتُبْ
Menulis      
Ia mengurangi     :    يَبْخَسْ    Diantara kalian     :    بَيْنَكُمْ     
Dari padanya     :    مِنْهُ    Seorang penulis     :    كَاتِبٌ     
Sesuatu/sedikitpun    :    شَيْئًا    Dengan adil    :    بِالْعَدْلِ     
Maka jika     :    فَإِنْ    Dan tidak boleh     :    وَلا     
Adalah dia     :    كَانَ    Enggan     :    يَأْبَ     
Orang yang    :    الَّذِي    Seorang penulis     :    كَاتِبٌ     
Atasnya     :    عَلَيْهِ    Untuk     :    أَنْ     
Hak (yang berutang)    :    الْحَقُّ    Menulis     :    يَكْتُبَ     
Lemah akal     :    سَفِيهًا    Sebagaimana     :    كَمَا     
Atau     :    أَوْ    Telah mengajarkannya :    عَلَّمَهُ     
Lemah (keadaannya)    :    ضَعِيفًا    Allah     :    اللَّهَ     
Atau     :    أَوْ    Maha Hendaklah     :    فَلْيَكْتُبْ
Ia menulis      
Tidak     :    لا    Dan hendaklah     :    وَلْيُمْلِلِ
membacakan      
Ia mampu     :    يَسْتَطِيعُ    Orang yang     :    الَّذِي     
Untuk     :    أَنْ    Atasnya     :    عَلَيْهِ     
Membacakan (nya)     :    يُمِلَّ    Hak     :    الْحَقُّ     
Ia     :    هُوَ    Dan bertaqwalah     :    وَلْيَتَّقِ     
Disisi Allah     :    عِنْدَ اللَّهِ    Maka hendaknya     :    فَلْيُمْلِلْ
Membacakan (nya)     
Dan lebih menguatkan :    وَأَقْوَمُ    Walinya     :    وَلِيُّهُ     
Bagi persaksian     :    لِلشَّهَادَةِ    Dengan adil     :    بِالْعَدْلِ     
Dan lebih dekat     :    وَأَدْنَى    Dan persaksikanlah    :    وَاسْتَشْهِدُوا     
Untuk tidak     :    أَلا    Dua orang saksi     :    شَهِيدَيْنِ     
Bahwa     :    أَنْ    Dari     :    مِنْ     
(mu’amalah itu)     :    تَكُونَ
adalah    Lelaki kalian     :    رِجَالِكُمْ     
Perdagangan     :    تِجَارَةً    Maka jika     :    فَإِنْ     
Hadir/tunai     :    حَاضِرَةً    Tidak ada     :    لَمْ يَكُونَا     
Kalian jalankan     :    تُدِيرُونَهَا    Dua orang lelaki    :    رَجُلَيْنِ     
Diantara kalian     :    بَيْنَكُمْ    Maka seorang lelaki    :    فَرَجُلٌ     
Maka tidak ada     :    فَلَيْسَ    Dan dua orang     :    وَامْرَأَتَانِ
perempuan      
Atas/bagi kalian     :    بَيْنَكُمْ    Dari orang yang     :    مِمَّنْ     
Dosa     :    جُنَاحٌ    Kalian ridhai     :    تَرْضَوْنَ     
Untuk tidak     :    أَلا    Dari     :    مِنَ     
Kalian menulisnya     :    تَكْتُبُوهَا    Saksi-saksi     :    الشُّهَدَاءِ     
Dan persaksikanlah    :    وَأَشْهِدُوا    Bahwa     :    أَنْ     
Apabila     :    إِذَا    (jika) lupa     :    تَضِلَّ     
Kalian berjual beli    :    تَبَايَعْتُمْ    Salah seorang dari     :    إِحْدَاهُمَا
keduanya      
Dan jangan     :    وَلا    Maka mengingatkan    :    فَتُذَكِّرَ     
Saling menyulitkan     :    يُضَارَّ    Salah seorang dari     :    إِحْدَاهُمَا
keduanya      
Penulis     :    كَاتِبٌ    Yang lain    :    الأخْرَى     
Dan jangan     :    وَلا    Dan jangan     :    وَلا      
Saksi     :    شَهِيدٌ    Enggan     :    يَأْبَ     
Dan jika     :    وَإِنْ    Saksi-saksi itu     :    الشُّهَدَاءُ     
Kalian lakukan     :    تَفْعَلُوا    Apabila     :    إِذَا مَا     
Maka sungguh itu     :    فَإِنَّهُ    Mereka dipanggil     :    دُعُوا     
Kefasikan     :    فُسُوقٌ    Dan jangan     :    وَلا     
Pada kalian/diri     :    بِكُمْ
kalian     Kalian jemu     :    تَسْأَمُوا     
Dan bertaqwalah     :    وَاتَّقُوا    Untuk     :    أَنْ     
Allah     :    اللَّهَ    Menuliskannya     :    تَكْتُبُوهُ     
Dan mengajar kalian     :    وَيُعَلِّمُكُمُ    (baik) kecil)     :    صَغِيرًا     
Allah     :    اللَّهُ    Atau     :    أَوْ     
Dan Allah     :    وَاللَّهُ    Besar     :    كَبِيرًا     
Dengan segala     :    بِكُلِّ    Sampai     :    إِلَى     
Sesuatu     :    شَيْءٍ    Jatuh tempo     :    أَجَلِهِ     
Maha mengetahui     :    عَلِيمٌ    Demikian itu     :    ذَلِكُمْ         
    Lebih adil    :    أَقْسَطُ    




Tafsir Al-Mufradat

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ    :    Maksudnya muamalat seperti jual beli, sewa menyewa, utang piutang dll.      
بِدَيْنٍ    :    Misalnya pinjaman atau pesanan      
فَاكْتُبُوهُ    :    Untuk pengukuhan dan menghilangkan pertikaian nantinya      
بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ    :    Maksudnya benar tanpa menambah atau mengurangi jumlah utang atau jumlah temponya      
وَلا يَأْبَ    :    Keberatan      
كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ    :    Telah diberinya karunia pandai penulis, maka janganlah dia kikir menyumbangnya.      
الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ    :    Karena dialah yang dipersaksikan, maka hendaklah diakuinya agar diketahuinya kewajibannya      
أَوْ ضَعِيفًا    :    Untuk mengimlakkan disebabkan terlalu muda, atau terlalu tua.      
فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ    :    Misalnya bapak, orang yang diberi amanat, yang mengasuh/ menerjemahkannya     
شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ    :    Dua orang islam yang telah baligh bagi mereka      
وَلا تَسْأَمُوا    :    Bosan      
أَنْ تَكْتُبُوهُ    :    Utang-utang yang kamu saksikan, karena memang banyak orang yang merasa jemu/bosan itu.      
إِلَى أَجَلِهِ    :    Sampai batas waktu membayarnya      
ذَلِكُمْ    :    Surat-surat tersebut      
وَأَدْنَى    :    Lebih kecil kemungkinannya      
أَلا تَرْتَابُوا    :    Yakni mengenai besarnya utang dan jatuh tempo      
تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ    :    Yang kamu pegang dan tidak mempunyai waktu berjangka      
وَلا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلا شَهِيدٌ    :    Misalnya dengan mengubah surat tasdi, atau tidak hendak menjadi saksi/menuliskannya, begitu pula orang yang mempunyai utang tidak boleh ia membebani si penulis dengan hal-hal yang tidak patut untuk ditulis.    

Munasabah
Ayat ini merupakan lanjutan dari ayat-ayat yang menerangkan keutamaan sedekah, manafkahkan harta di jalan Allah yang timbul dari hati sanubari, semata-mata karena Allah dan dilandasi dengan rasa kasih sayang terhadap sesama manusia. Selanjutnya Allah melarang melakukan riba dan menerangkan keburukannya, karena riba itu semata-mata dilakukan untuk mencari keuntungan, tanpa mengindahkan kesulitan dan kesukaran orang lain. Pada ayat ini Allah menerangkan ketentuan-ketentuan dalam muamalah, yang didasarkan pada keadilan dan kerelaan masing-masing pihak, sehingga menghilangkan keragu-raguan, prasangka dsb.

Tafsir Ayat
Dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada orang yang beriman agar mereka melaksanakan ketentuan-ketentuan Allah setiap melakukan transaksi utang piutang melengkapinya dengan alat-alat bukti, sehingga dapat dijadikan dasar untuk menyelesaikan perselisihan yang mungkin timbul dikemudian hari.  Ayat ini adalah ayat yang terpanjang dalam al-qur’an dan berbicara soal hak manusia. Yaitu memelihara hak keuangan masyarakat, Ayat ini menjelaskan cara yang benar bertransaksi supaya bertransaksimasyarakat terjauhkan dari kesalahan dan kedzaliman dan agar kedua pihak tidak merugi.
Al-hajr berarti larangan dan penyempitan  atau pembatasan. Dengan demikian al-hajr maksudnya seseorang dilarang melakukan tindakan hukum. Menurut ulama mahzab hanafi Al-hajru adalah larangan bagi seseorang untuk melakukan tindakan hukum. Dalam surat Al-baqarah 282 yang menunjukan ayat al-hajr adalah:
فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ
 “Maka jika orang yang berkewajiban itu seorang yang fasih atau lemah atau dia tidak sanggup merencanakan, maka hendaklah walinya yang merencanakan dengan adil”
Di dalam ayat di atas terdapat tiga orang yang bersangkutan tidak bisa turut dalam penyusunan surat perjanjian yaitu :
-    Orang safih ialah orang yang tidak pandai mengatur harta-hartanya sendiri baik karena borosnya atau bodohnya.
-    Orang yang dhaif (lemah) ialah anak kecil yang belum mumayyiz atau orang tua yang telah lemah ingatannya, atau anak yatim kecil yang hidup asuhan orang lain.
-    Orang yang tidak sanggup membuat rencana ialah orang yang bisu atau gagap atau gagu.
Pada ketiga orang itu hendaklah walinya yang tampil menyampaikan atau mendektekan yang mesti ditulis oleh penulis. Wali tersebut harus adil dan mengetahui tentang hukum-hukum yang berhubungan dengan mualamah dan hendaknya berhati-hati dalam melaksanakan tugas perwalian.
Dilihat dari segi tujuannya ulama fiqih membagi al-hajru kepada 2 bentuk:
1.    Untuk kemaslahatan orang yang berada dibawah pengampuan, seperti anak kecil, orang gila, orang dungu, dan pemboros.
2.    Untuk kemaslahatan orang lain, seperti orang pailit dan orang yang sedang dalam keadaan sakit parah.
Yang termasuk orang yang dicegah mengunakan hartanya adalah:
-    Anak kecil
Ulama hanafiyah dan malikiyah membedakan anak yang belum mumayiz (belum mencapai umur 7 tahun) denan anak yang sudah mumayiz (berumur 17 tahun). Dari hadits nabi Muhammad SAW beliau menyatakan bahwa anak yang sudah berumur 10 tahun termasuk mumayiz  dan dalam hukum-hukum tertentu mereka telah dituntut untuk melakukunya. Anak kecil dilarang dicegah dalam mengunakan hartanya karena dia belum mampu merencanakan dan mengelola hartanya.
Dengan demikian, Peranan wali sangat penting termasuk mengenai hak anak itu. Harus di dasarkan atas kemaslahatan anak itu sendiri. Apabila wali anak itu orang kaya, dia tidak boleh mengambil nafkahnya dari harta anak itu. Sekiranya tidak punya maka dapat mengambil sekedarnya untuk menutupi keperluan sehari-hari.
-    Orang gila
Para ulama fiqih membedakan orang gila yang sifatmya permanent dan orang gila yang sewaktu-waktu kambuh.Orang gila yang permanent disamakan dengan orang yang tidak berakal sama sekali.Dengan demikian ,tindakan mereka secara hukum sama dengan anak kecil yang belum mumayiz. Semua tindakannya diaggap tidak sah. Orang gila yang kambuhan , harus dilihat dulu keadaannya. Apabila dia bertindak secara hukum pada saat dia kambuh, maka tindakannya tidak sah. Tetapi apabila dia bertindak pada saat sehat , maka tindakanmya dianggap sah, karena dia benar dalam keadaan sadar.
-    Orang bodoh atau dungu
Ulama fiqih menyatakan,bahwa yang termasuk kedalam kelompok orang bodoh adalah orang yang menghambur-hamburkan uangnya untuk hal-hal yang dilarang oleh agama. Apabila ditemukan orang seperti ini, maka menurut pendapat ulama, orang itu dapat dikenakan al-hajr melalui ketetapan hakim. Seluruh tindakkan yang dapat merugikan dirinya dianggap batal Berkenaan dengan nafkah dan talak untuk menetapkan sah atau tidak, sangat bergantung kepada

Tidak ada komentar:

Posting Komentar